Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia UMM, 2008).
Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa. Galaktosa merupakan gula yang tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari Cerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).
Sedangkan salah satu contoh dari gula reduksi adalah Sukrosa. Sukrosa adalah senyawa yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial (Gaman, 1992).
Bahan pangan mempunyai beberapa senyawa penyusun, diantaranyaadalah karbohidrat. Karbohidrat dapat berupa monosakarida, disakarida,oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat dengan senyawa paling sederhana yang tidak dapat diuraikan lagi, contohnya adalah glukosa danfruktosa. Disakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari 2 monosakarida yangterbentuk dari ikatan glikosida dari karbon 1 monosakarida kesuatu OH darimonosakaridalain, contohnya adalah sukrosa ( glukosa + fruktosa ), Laktosa( glukosa + galaktosa ), maltosa ( glukosa + glukosa ), oligosakarida adalahkarbohidrat yang tersusun dari dua sampai sepuluh susunan monosakaridacontohnya adalah maltotriosa. Polisakarida adalah kabohidrat yang tessusun lebihdari sepuluh monosakarida, contohnya adalah pati (Winarno, 1995).Karbohidrat mempunyai jenis gula pereduksi yaitu jenis gula yang dapatmereduksi karena adanya gugus aldehida dan gugus keton. Fruktosa adalah salahsatu contoh gula peraduksi. Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan kadar gula reduksi pada nenas dengan menggunakan metode luffschrool. PenambahanPb-asetat pada awal prosesur setelah itu dilakukan penambahan Na fosfat untuk mengikat Pb. Hal tersebut dilakukan untuk mengendapkan protein agar tidak terhitung pada akhir pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan membandingkanvolume titrasi sampel dengan blanko.Titrasi dilakukan setelah terbentuk larutan hasil refruks dan kemudian ditambahkan H2SO4 25 ml 6N dan KI 10 ml. Pada hasil titrasi diperoleh volume Na tiosulfat pada sampel sebesar 26.3 ml sedangkan volume Na tiosulfat pada blanko sebesar 28.3. Selisih volume blanko dan sampel digunakan untuk menghitung nilai b dengan melihat pada tabel. Kadar gula yang diperoleh masing-masing kelompok berbeda-beda. Kadar gula terkecil adalah 3.774% dan yang paling besar adalah 6.335%. Besar kecilnya nilai kadar gula yang diperolehtergantung pada selisih antara volume Na tiosulfat pada sampel dengan volume Na tiosulfat pada blanko. Semakin besar selisihnya maka kadar gulanya semakin besar.
contoh pemeriksaan kadar sakarosa menggunakan metode luff schoorl
I. Acara : Analisa Kadar Gula / Sakarosa metode Luff-Schoorl
II. Tujuan : Mampu menganalisa Kadar Sakarosa pada Sampel Uji Produk atau Bahan Hasil Pertanian
III. Sub Acara : Analisa Kadar Gula Sebelum Inversi
IV. Alat dan Bahan :
- Alat :
- Neraca Analitik
- Beaker Glass
- Pipet Tetes
- Corong Glass
- Kertas Saring
- Labu Ukur 100 ml
- Pipet Volumetri 20 ml & 25 ml
- Erlenmeyer
- Refluks
- Hot Plate
- Gelas Ukur
- Buret
-Bahan :
- Sampel Uji Bahan/Produk Hasil Pertanian
- Aquades
- Timbal Asetat ½ Basis
- Na3PO4 10%
- Na2HPO4 10%
- Pereaksi Luff Schoorl
- Batu Didih
- H2SO4 26,5% / 25%
- KI (Kalium Iodat) 15%
- Na2S2O3 0,1N
- Indikator Amylum 1%
V. Prosedur Kerja :
- Menimbang 2-3 gram sampel uji di dalam beaker glass
- Menambahkan 50 ml aquades
- Menambahkan Timbal Asetat ½ Basis tetes demi tetes hingga endapan tidak terjadi lagi saat ditetesi dengan Timbal Asetat ½ Basis tersebut
- Menambahkan 6-7 tetes Na3PO4 10% agar air menjadi jernih
- Menambahkan 3-4 tetes Na2HPO4 10%
- Menyaring larutan dari beaker glass ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades hingga tanda tera
- Menghomogenkan di dalam beaker glass (Larutan L1), dan mengambil 25 ml L1 menggunakan pipet volumetri
- Memasukkan dalam Erlenmeyer dan menambahkan Pereaksi Luff Schoorl
- Menambahkan batu didih ke dalamnya untuk mempercepat pemanasan
- Memanaskan menggunakan hot plate dan refluks selama kurang lebih 10 menit
- Mendinginkan secara mendadak menggunakan air mengalir
- Menambahkan H2SO4 26,5% / 25% sebanyak 25 ml dan harus dilewatkan pada dinding erlenmeyer secara hati-hati
- Menambahkan KI 15% sebanyak 20 ml menggunakan Pipet Volumetri
- Mentitrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan Indikator Amylum 1 %, tetesan indikator tidak berwarna biru tua
- Mencatat volume titrasi (A ml)
- Membuat blanko pengujian yaitu dengan mengganti L1 dengan Aquades sebanyak 25 ml, dan mengulangi prosedur No.8 s/d 15.
- Mencatat volume titrasi blanko pengujian (B ml)
- Menghitung Kadar Gula Sebelum Inversi menggunakan rumus :
- Angka Tabel (AT) = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
- % Gula Sebelum Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
VI. Sub Acara : Analisa kadar Gula Setelah Inversi
VII. Alat dan Bahan :
- Alat :
- Beaker Glass
- Pipet Tetes
- Corong Glass
- Labu Ukur 100 ml
- Pipet Volumetri 10 ml, 20 ml & 25 ml
- Erlenmeyer
- Refluks
- Hot Plate
- Gelas Ukur
- Buret
- Water Bath
- Kertas Lakmus Biru
-Bahan :
- Larutan L1 dari Pengujian Gula Sebelum Inversi
- Aquades
- HCl 30%
- NaOH 20%
- Pereaksi Luff Schoorl
- Batu Didih
- H2SO4 26,5% / 25%
- KI (Kalium Iodat) 15%
- Na2S2O3 0,1N
- Indikator Amylum 1%
VIII. Prosedur Kerja :
- Mengambil larutan L1 dari Analisa Gula Sebelum Inversi sebanyak 25 ml dan memasukkan ke dalam beaker glass
- Menambahkan 10 ml HCL 30%
- Memanaskan di dalam Water bath selama kurang lebih 10 menit
- Menetralisasi menggunakan NaOH 20% tetes demi tetes, mengecek kenetralan larutan menggunakan kertas lakmus biru
- Memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades hingga tanda tera (Larutan L2)
- Menuangkan ke dalam beaker glass untuk menghomogenisasi larutan
- Mengambil 25 ml Larutan L2 dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
- Menambahkan 25 ml Pereaksi Luff Schoorl dan beberapa batu didih untuk mempercepat pemanasan menggunakan Refluks dan Hot Plate
- Melakukan pemanasan menggunakan Refluks dan Hot Plate selama kurang lebih 10 menit
- Mendinginkan menggunakan air mengalir secara mendadak
- Menambahkan 25 ml H2SO4 26,5% / 25% dengan melewatkannya pada dinding Erlenmeyer secara hati-hati
- Menambahkan 20 ml KI 15%
- Mentitrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan Indikator Amylum 1% sudah tidak terjadi perubahan warna (Coklat menjadi Biru Tua)
- Mencatat volume titrasi (A ml)
- Membuat blanko pengujian dengan mengulangi prosedur No.7 s/d 13, tetapi dengan mengganti 25 ml Larutan L2 dengan 25 ml Aquades
- Mencatat volume titrasi blanko pengujian (B ml)
- Menghitung Kadar Gula Setelah Inversi dengan rumus :
- Angka Tabel (AT) = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
- % Gula Setelah Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
Dari kedua hasil analisa tersebut (Analisa Gula Sebelum Inversi dan Analisa Gula Setelah Inversi), dapat dihitung pula Kadar Sakarosa sampel uji tersebut dengan menggunakan rumus :
Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x 0,95
ANGKA TABEL Penetapan Kadar Sakarosa menurut Luff-Schoorl
ML Na2S2O3
|
Glukosa
|
Galaktosa
|
Laktosa
|
Maltose
|
1
|
2,4
|
2,7
|
3,6
|
3,9
|
2
|
4,8
|
5,5
|
7,3
|
7,8
|
3
|
7,2
|
8,3
|
11,0
|
11,7
|
4
|
9,7
|
11,2
|
14,7
|
15,6
|
5
|
12,2
|
14,1
|
18,4
|
19,6
|
6
|
14,7
|
17,0
|
22,1
|
23,5
|
7
|
17,2
|
20,0
|
25,8
|
27,5
|
8
|
19,8
|
23,0
|
29,5
|
31,5
|
9
|
22,4
|
26,0
|
33,2
|
35,5
|
10
|
25,0
|
29,0
|
37,0
|
39,5
|
11
|
27,6
|
32,0
|
40,8
|
43,5
|
12
|
30.0
|
35,0
|
44,6
|
47,5
|
13
|
33,0
|
38,1
|
48,4
|
51,6
|
14
|
35,7
|
41,2
|
52,2
|
55,7
|
15
|
38,5
|
44,4
|
56,0
|
59,8
|
16
|
41,3
|
47,6
|
59,9
|
63,9
|
17
|
44,2
|
50,8
|
63,8
|
68,0
|
18
|
47,1
|
54,0
|
67,7
|
72,2
|
19
|
50,0
|
57,3
|
71,7
|
76,5
|
20
|
52,1
|
60,7
|
75,7
|
80,9
|
21
|
56,1
|
64,2
|
79,8
|
85,4
|
22
|
59,1
|
67,7
|
83,9
|
90,0
|
23
|
62,2
|
71,3
|
88,0
|
94,6
|
Sumber : Standard Industri Indonesia, Departemen Perindustrian Republik Indonesia (1975)
Untuk perhitungan Angka Tabel, perhatikan contoh berikut : (memakai angka tabel glukosa)
Dari suatu analisa Kadar Gula Sebelum Inversi pada produk syrup, didapatkan data :
- Bobot Sampel = 2,3455 gr = 2345,5 mg
- Volume titrasi sampel (A ml) = 18 ml
- Volume titrasi blanko pengujian (B ml) = 24 ml
- Normalitas Na2S2O3 = 0,105 N
- Faktor Pengenceran = 4
Berapakah Kadar Gula Sebelum Inversi produk syrup tersebut?
Jawab :
- Angka Tabel = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
= (24 ml – 18 ml) x (0,105 N / 0,1)
= (6 ml) x (1,05) = 6,3
- Angka Tabel = 6,3 >> antara 6 dan 7
ML Na2S2O3
|
Glukosa
|
6
|
14,7
|
7
|
17,2
|
Antara 6 dan 7 >> antara 14,7 dan 17,2 berselisih 2,5
Jadi Angka Tabel dari 6,3 = 14,7 + (0,3 x 2,5) = 14,7 + 0,75 = 15,45
- Dilanjutkan dengan perhitungan Kadar Gula Sebelum Inversi.
% Gula Sebelum Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
= (15,45 x 4) / (2345,5 mg) x 100%
= (61,8) / (2345,5 mg) x 100%
= 0,0263 x 100% = 2,63%
Jadi, Kadar Gula Sebelum Inversi sampel uji produk syrup tersebut adalah 2,63%.
sumber :
http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/30/glukosa-darah/
http://gilangrafiqc.wordpress.com/2012/02/19/analisa-kadar-gula-sakarosa-metode-luff-schoorl/
0 komentar:
Posting Komentar