Pages

Rabu, 17 Oktober 2012

siklamat








Siklamat adalah pemanis buatan yang cukup murah. Memiliki rasa manis 30-50 kali gula pasir, dan jarang meninggalkan aftertaste pahit seperti halnya sakarin dan K-acesulfame (akan dibahas di bagian kelima). Siklamat sering digunakan dalam kombinasi dengan pemanis buatan lainnya, terutama sakarin (dalam campuran siklamat – sakarin dalam perbandingan 10:1).

Dari segi strukturnya, siklamat merupakan garam kalsium atau natrium dari asam sikloheksansulfamat. Siklamat dapat disintesis dengan reaksi sulfonasi terhadap sikloheksilamin, baik oleh asam sulfamat maupun sulfurtrioksida. Siklamat tidak rusak jika mengalami pemanasan.

Sejarah

Seperti pemanis buatan lainnya, siklamat sebagai pemanis ditemukan secara tidak sengaja. Michael Sveda dari University of Illinois menemukan siklamat saat berusaha mensintesis obat antipiretik, pada tahun 1937. Siklamat diperkenalkan secara luas pada tahun 1950. Penggunaan siklamat pada awalnya hanya ditujukan untuk industri obat, yaitu untuk menutupi rasa pahit dari zat aktif obat seperti antibiotik dan pentobarbital. Setelah dinyatakan aman pada tahun 1958, siklamat semakin dikenal sebagai pemanis buatan yang rendah kalori. Karena itu siklamat, baik dalam bentuk padat maupun cair, dianggap cocok untuk penderita diabetes melitus. Namun keadaan ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1969, Amerika Serikat menarik peredaran siklamat dari pasaran dan industri makanan secara total. Inggris juga menarik peredaran siklamat pada tahun 1970. Laboratorium Abbott telah beberapa kali berusaha agar pelarangan peredaran siklamat dicabut oleh US FDA (Food and Drug Administration), namun sampai sekarang tidak berhasil. Saat ini, siklamat masih disetujui penggunaannya di lebih dari 50 negara, termasuk Inggris.

Penggunaan

Siklamat sekarang sudah jarang ditemukan dalam produk minuman. Siklamat dapat ditemukan sebagai pemanis dalam Coca Cola Zero (hanya pada produk yang beredar di Jerman, Austria, Yunani, Spanyol, Venezuela, Brazil, dan beberapa negara Eropa timur) dan Coca Cola Light.


Keamanan

Siklamat ditarik pada bulan Oktober 1969 karena keamanannya yang tidak jelas. Pada tahun 1966 dilaporkan bahwa flora bakteri tertentu di usus mampu mendesulfonasi siklamat kembali ke bentuk asalnya, yaitu sikloheksilamin. Sikloheksilamin dapat menyebabkan keracunan kronik pada hewan. Selain itu, konsumsi campuran siklamat dan sakarin pada hewan meningkatkan risiko kanker empedu. Pernah juga dilaporkan, siklamat dapat menyebabkan atrofi testis dan gangguan fungsi vesikel seminalis; namun bukti nyatanya tidak jelas.


Penggunaan sakarin dan siklamat sebagai zat pemanis makanan dari beberapa penelitian ternyata dapat menimbulkan karsinogen. Dari hasil uji coba menunjukkan bahwa meningkatnya tumor kandung kemih pada tikus melibatkan pemberian dosis kombinasi sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1: 9.

Siklamat yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan enak rasanya tanpa rasa pahit walaupun tidak berbahaya dan digunakan secara luas dalam makanan dan minuman selama bertahun-tahun, keamanannya mulai diragukan karena dilaporkan dari hasil penelitian pada tahun 1969 bahwa siklamat dapat menyebabkan timbulnya kankaer kandung kemih pada tikus yang diberi ransum siklamat. Hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksilamina mempunyai sifat karsinogenik. Tingkat peracunan siklamat melalui mulut pada tikus percobaan yaitu LD50 (50% hewan percobaan mati) sebesar 12,0 g/kg berat badan. Penelitian lain menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi yaitu terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan kromosom.

Pada penelitian lainnya menunjukkan bahwa siklamat terbukti tidak bersifat karsinogen dan uji mutagenisitas jangka pendek tidak membuahkan hasil yang konsisten. Hal ini menyebabkan siklamat di beberapa negara diizinkan kembali penggunaannya, kecuali negara Amerika Serikat tidak mengizinkan penggunaan siklamat sebagai zat tambahan makanan.

Di Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam makanan berkalori rendah dan untuk penderita diabetes melitus adalah 3 g/kg bahan makanan/minuman. Menurut WHO batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan. Sedangkan pemakaian sakarin menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 208/Menkes/Per/1V/85 tentang pemanis buatan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/1X/88 tentang bahan tambahan pangan, menyatakan bahwa pada makanan atau minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes melitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg.
rumus kimia :


sumber :
http://hnz11.wordpress.com/2009/05/27/siklamat/
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/zat-aditif/sakarin-dan-siklamat/


Pewarna Makanan



       Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan non pangan. Lagipula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.

       Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh (Anonim, 2008)

      Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :

Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
Warna biru : biru berlian
Tabel : Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.

No Pewarna Sintetis Warna Mudah larut di air
1 Rhodamin B             Merah Tidak
2 Methanil Yellow Kuning Tidak
3 Malachite Green Hijau Tidak
4 Sunset Yelow           Kuning       Ya
5 Tatrazine                  Kuning       Ya
6 Brilliant Blue             Biru           Ya
7 Carmoisine               Merah Ya
8 Erythrosine               Merah       Ya
9 Fast Red E               Merah Ya
10 Amaranth               Merah       Ya
11 Indigo Carmine       Biru     Ya
12 Ponceau 4R           Merah Ya
         Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan (Anonim, 2008).

       Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang tidak boleh ada.

       Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.

sumber  :
http://catatankimia.com/catatan/bahan-pewarna-makanan.html

Selasa, 16 Oktober 2012

Pengawet Makanan





      Dari segi ilmu kimia, komponen utama dari bahan pangan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan pangan ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimates dan oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat mengalami dekomposisi. Dalam rangka menghambat proses kerusakan pangan, oleh beberapa pengusaha digunakan bahan pengawet
Menurut Dr. Sri Durjati Boedihardjo, ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak ( perishable). Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membelinya.
Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro Banten, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.
2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN
• asam benzoat,
• asam propionat,
• asam sorbat,
• sulfur dioksida,
• etil p-hidroksi benzoat,
• kalium benzoat,
• kalium sulfit,
• kalium bisulfit,
• kalium nitrat,
• kalium nitrit,
• kalium propionat,
• kalium sorbat,
• kalsium propionat,
• kalsium sorbat,
• kalsium benzoat,
• natrium benzoat,
• metil-p-hidroksi benzoat,
• natrium sulfit,
• natrium bisulfit,
• natirum metabisulfit,
• natrium nitrat,
• natrium nitrit,
• natrium propionat,
• nisin, dan
• propil-p-hidroksi benzoat.

       Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan.
• Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa.
Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin.
Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.

•ASAM BENZOAT

      Asam benzoat menghambat pertumbuhan jamur, kapang dan beberapa bakteri. Asam benzoat bisa ditambahkan langsung atau ditambahkan dalam bentukan garamnya (dengan basa natrium, kalium, atau kalsium). Efektivitas asam benzoat dan turunan benzoat tergantung pada pH makanan. Makanan berkadar asam dan minuman seperti jus buah (asam sitrat), minuman bersoda (karbon dioksida), minuman ringan (asam fosfat), Acar (cuka) atau makanan lain yang diasamkan diawetkan dengan asam benzoat dan natrium benzoat. Asam benzoat terdeteksi dengan jumlah sedikit di cranberry, plum, greengage plum, kayu manis, cengkeh matang, dan apel.

Sifat Fisika Kimia

Deskripsi
Bentuk fisik : kristal, serbuk, warna putih, bau bermacam-macam, berat molekul  122,12;  titik didih   480 0F (2490C);  titik leleh   252 0F (122 0C);  Tekanan uap   @ 96 0C  1mmHg;  Kerapatan (udara =1) ; 4,2;  Kerapatan relatif pada @ 15 0C (air =1)   : 1,2659; pH : 2,8 ( larutan jenuh). Larut dalam alkohol, eter, benzen; kloroform; aseton, karbon disulfida, minyak terpentin, karbon tetraklorida, minyak-minyak menguap. Sedikit larut dalam petroleum eter, heksan.

2.3. Frasa Risiko, Frasa Keamanan dan Tingkat bahaya
 Peringkat NFPA ( Skala 0 – 4 )
 Kesehatan  2  =  Tingkat keparahan tinggi
 Kebakaran  1  =  Dapat terbakar
 Reaktivitas  0  =  Tidak reaktif

 Klasifikasi EU   : Xn    R 22   :   berbahaya jika tertelan.

3. Penggunaan
      Pengawet pada makanan, lemak-lemak, jus buah, pelarut alkaloid; Pada pembuatan benzoat dan senyawa benzoil. Sebagai standar pada analisa volumetrik dan kalorimetrik.sebagai anti jamur dalam farmasi.

4. Identifikasi Bahaya

Terhirup : Sakit tenggorokan
Kontak dengan kulit : Iritasi ringan, ruam.
Kontak dengan mata : Iritasi

Tertelan
Sakit tenggorokan, mual, muntah, sakit perut.


4.2.2. Paparan jangka panjang
 
Terhirup : Tidak ada data
Kontak dengan kulit : Tidak ada informasi tentang efek merugikan   yang bermakna
Kontak dengan mata : Iritasi
Tertelan : Konvulsi

5 Toksisitas


Data binatang

LD50 (intraperitoneal, tikus)  1600 mg/kgBB; LD50  (per-oral, mencit) 1460 mg/kgBB;  LD50 (kulit, kelinci)
> 10 g/kgBB.

7.2.  Mutagenik
        Mutasi pada mikroorganisme - Escheria coli 10 mmol        (-S9); DNA inhibisi - lymphocyte pada manusia 5 mmol/L

7.3. Informasi Ekologi
Ekotoksisitas data : LC 50 (mortalitas) 180000 m/l 96 jam mosquitofish (gambusia affinis)
Toksisitas invertebrata : EC 100 (abundance) water flea (Daphnia magna) 1000 mg/L 24 jam.

8.Efek klinis

8.1. Keracunan akut
Terhirup
Debu dapat menyebabkan iritasi pernafasan ringan dengan sakit tenggorokan dan batuk.
Kontak dengan kulit
Debu dan cairan dapat menyebabkan iritasi ringan dan kulit kemerahan. Konsentrasi diatas 0,2 %, dapat mengakibatkan bermacam-macam reaksi kulit dari eritema sampai kontak urtikaria non imunologis pada beberapa orang.
Kontak dengan mata
Debu dapat menyebabkan iritasi kuat dan mata merah.
Tertelan
Pada dosis besar dapat menyebabkan sakit pada tenggorokan, sakit lambung, mual, muntah.
asa salisilat
Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

sumber : http://km.ristek.go.id/assets/files/468.pdf

Kamis, 04 Oktober 2012

PROTEIN METODE KJELDAHL



           Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.

              Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap destruksi
          Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

2. Tahap destilasi
            Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.

3. Tahap titrasi
            Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

sumber :
http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html

Senin, 24 September 2012

DESTRUKSI PROTEIN





 Metoda kjeldahl

          Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahandengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepassebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengankonstanta tertentu. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil,yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro.Metode mikro digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa proteindengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

          Proses destruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraiansampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam proteinini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. 100 mg sampel yaitukedelai, tepung terigu, dan kedelai ditambah dengan katalisator N 0,5-1 gram dibungkus dengankertas saring untuk memudahkan dalam memasukkan ke dalam tabung reaksi besar, karena jikatidak sampel dan katalisator akan tercecer. Selain itu kertas saring juga berfungsi untuk menyaring filtrat dengan residu. Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksidengan menaikkan titik didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat sertamempercepat kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator Nterdiri dari campuran K 2SO4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikan titih didih 30 C (Sudarmadji dkk., 1996). Karena titik didih tinggi maka asam sulfatakan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini kontak asam sulfat dengansampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu jugadibuat blanko dalam tabung reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H2SO4 agar analisalebih tepat. Blanko ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal darireagensia yang digunakan.Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar kemudian ditambah dengan 3 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk destruksidiperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akanmendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari Syang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahanasam sulfat larutan menjadi keruh.Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat destruksi(destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-ON-kan dan akan terjadi pemanasan yangmengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernihyang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :

HgO + H2SO4HgSO4+ H2O
2 HgSO4Hg2SO4+ SO2+ 2 On
Hg2SO4+ 2 H2SO42 HgSO4+ 2 H2O + SO2
(CHON) + On+ H2SO4CO2+ H2O + (NH4)2SO4  (Sudarmadji, 1996)

            Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi akandihasilkan gas SO2 yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika dihirup dalam jumlahrelatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas (tersedot penutup) dan akandisalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnyagas SO2 akan masuk dalam tabung yang berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gasSO2 oleh larutan NaOH. Kemudian gas hasil penetralan tahap pertama masuk dalam tabungkedua yang berisi aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkansemua gas SO2 telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO2 juga dibebaskan gas CO2 dan H2O sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

 Bahan organik + H2SO4CO2+ SO2+ (NH4)2SO4+ H2O

            Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikelyang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkankarena reaksi yang sebelumnya sudah usai.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/54837598/UJI-PROTEIN-Metoda-Kjeldahl

Minggu, 23 September 2012

LEMAK SOXHLET




Lemak makanan adalah kandungan lemak yang terdapat dalam semua bahan makanan dan minuman.Pada dasarnya, semua lemak itu baik karena lemak dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Peran lemak adalah menyediakan energi sebesar 9 kalori/gram, melarutkan vitamin A, D, E, K, dan menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh manusia. Lemak mulai dianggap berbahaya bagi kesehatan setelah adanya suatu penelitian yang menunjukkan hubungan antara kematian akibat penyakit jantung koroner dengan banyaknya konsumsi lemak dan kadar lemak di dalam darah.
EKSTRAKSI LEMAK KASAR MENGGUNAKAN SOXHLET EXTRACTOR
PRINSIP SOXHLET
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Soklet terdiri dari:
1.      pengaduk / granul anti-bumping
2.      still pot (wadah penyuling)
3.      Bypass sidearm
4.      thimble selulosa
5.      extraction liquid
6.      Syphon arm inlet
7.      Syphon arm outlet
8.      Expansion adapter
9.      Condenser (pendingin)
10.  Cooling water in
11.  Cooling water out
Bahan yang akan diekstraksi ialah jagung, dedak, tepung ikan, pelet. Penentuan kadar lemak dengan pelarut organik, selain lemak juga terikut Fosfolipida, Sterol, Asam lemak bebas, Karotenoid, dan Pigmen yang lain . Karena itu hasil ekstraksinya disebut Lemak kasar .

MEKANISME KERJA
         Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5-10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel) , di atas sample ditutup dengan kapas.
Pelarut yang digunakan adalah Petroleum Spiritus dengan titik didih 60 – 80°C. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan Petroleum Spirit 60 – 80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak pada pelarut organik.
        Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet . Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak
mulai dipanaskan .
     Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soklet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju  labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam.
Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan.

DASAR PEMILIHAN METODE, KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE SOXHLET
          Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat.
Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan  untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas.

Sumber Pustaka

Rabu, 12 September 2012

GULA REDUKSI




Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia UMM, 2008).
Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa. Galaktosa merupakan gula yang tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari Cerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).
Sedangkan salah satu contoh dari gula reduksi adalah Sukrosa. Sukrosa adalah senyawa yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial (Gaman, 1992).


Bahan pangan mempunyai beberapa senyawa penyusun, diantaranyaadalah karbohidrat. Karbohidrat dapat berupa monosakarida, disakarida,oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat dengan senyawa paling sederhana yang tidak dapat diuraikan lagi, contohnya adalah glukosa danfruktosa. Disakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari 2 monosakarida yangterbentuk dari ikatan glikosida dari karbon 1 monosakarida kesuatu OH darimonosakaridalain, contohnya adalah sukrosa ( glukosa + fruktosa ), Laktosa( glukosa + galaktosa ), maltosa ( glukosa + glukosa ), oligosakarida adalahkarbohidrat yang tersusun dari dua sampai sepuluh susunan monosakaridacontohnya adalah maltotriosa. Polisakarida adalah kabohidrat yang tessusun lebihdari sepuluh monosakarida, contohnya adalah pati (Winarno, 1995).Karbohidrat mempunyai jenis gula pereduksi yaitu jenis gula yang dapatmereduksi karena adanya gugus aldehida dan gugus keton. Fruktosa adalah salahsatu contoh gula peraduksi. Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan kadar gula reduksi pada nenas dengan menggunakan metode luffschrool. PenambahanPb-asetat pada awal prosesur setelah itu dilakukan penambahan Na fosfat untuk mengikat Pb. Hal tersebut dilakukan untuk mengendapkan protein agar tidak terhitung pada akhir pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan membandingkanvolume titrasi sampel dengan blanko.Titrasi dilakukan setelah terbentuk larutan hasil refruks dan kemudian ditambahkan H2SO25 ml 6N dan KI 10 ml. Pada hasil titrasi diperoleh volume Na tiosulfat pada sampel sebesar 26.3 ml sedangkan volume Na tiosulfat pada blanko sebesar 28.3. Selisih volume blanko dan sampel digunakan untuk menghitung nilai b dengan melihat pada tabel. Kadar gula yang diperoleh masing-masing kelompok berbeda-beda. Kadar gula terkecil adalah 3.774% dan yang paling besar adalah 6.335%. Besar kecilnya nilai kadar gula yang diperolehtergantung pada selisih antara volume Na tiosulfat pada sampel dengan volume Na tiosulfat pada blanko. Semakin besar selisihnya maka kadar gulanya semakin besar.

contoh pemeriksaan kadar sakarosa menggunakan metode luff schoorl


I. Acara : Analisa Kadar Gula / Sakarosa metode Luff-Schoorl
II. Tujuan : Mampu menganalisa Kadar Sakarosa pada Sampel Uji Produk atau Bahan Hasil Pertanian
III. Sub Acara : Analisa Kadar Gula Sebelum Inversi
IV. Alat dan Bahan :
- Alat :
  • Neraca Analitik
  • Beaker Glass
  • Pipet Tetes
  • Corong Glass
  • Kertas Saring
  • Labu Ukur 100 ml
  • Pipet Volumetri 20 ml & 25 ml
  • Erlenmeyer
  • Refluks
  • Hot Plate
  • Gelas Ukur
  • Buret
-Bahan :
  • Sampel Uji Bahan/Produk Hasil Pertanian
  • Aquades
  • Timbal Asetat ½ Basis
  • Na3PO4 10%
  • Na2HPO4 10%
  • Pereaksi Luff Schoorl
  • Batu Didih
  • H2SO4 26,5% / 25%
  • KI (Kalium Iodat) 15%
  • Na2S2O3 0,1N
  • Indikator Amylum 1%
V. Prosedur Kerja :
  1. Menimbang 2-3 gram sampel uji di dalam beaker glass
  2. Menambahkan 50 ml aquades
  3. Menambahkan Timbal Asetat ½ Basis tetes demi tetes hingga endapan tidak terjadi lagi saat ditetesi dengan Timbal Asetat ½ Basis tersebut
  4. Menambahkan 6-7 tetes Na3PO4 10% agar air menjadi jernih
  5. Menambahkan 3-4 tetes Na2HPO4 10%
  6. Menyaring larutan dari beaker glass ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades hingga tanda tera
  7. Menghomogenkan di dalam beaker glass (Larutan L1), dan mengambil 25 ml L1 menggunakan pipet volumetri
  8. Memasukkan dalam Erlenmeyer dan menambahkan Pereaksi Luff Schoorl
  9. Menambahkan batu didih ke dalamnya untuk mempercepat pemanasan
  10. Memanaskan menggunakan hot plate dan refluks selama kurang lebih 10 menit
  11. Mendinginkan secara mendadak menggunakan air mengalir
  12. Menambahkan H2SO4 26,5% / 25% sebanyak 25 ml dan harus dilewatkan pada dinding erlenmeyer secara hati-hati
  13. Menambahkan KI 15% sebanyak 20 ml menggunakan Pipet Volumetri
  14. Mentitrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan Indikator Amylum 1 %, tetesan indikator tidak berwarna biru tua
  15. Mencatat volume titrasi (A ml)
  16. Membuat blanko pengujian yaitu dengan mengganti L1 dengan Aquades sebanyak 25 ml, dan mengulangi prosedur No.8 s/d 15.
  17. Mencatat volume titrasi blanko pengujian (B ml)
  18. Menghitung Kadar Gula Sebelum Inversi menggunakan rumus :
  • Angka Tabel (AT) = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
  • % Gula Sebelum Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
VI. Sub Acara : Analisa kadar Gula Setelah Inversi
VII. Alat dan Bahan :
- Alat :
  • Beaker Glass
  • Pipet Tetes
  • Corong Glass
  • Labu Ukur 100 ml
  • Pipet Volumetri 10 ml, 20 ml & 25 ml
  • Erlenmeyer
  • Refluks
  • Hot Plate
  • Gelas Ukur
  • Buret
  • Water Bath
  • Kertas Lakmus Biru
-Bahan :
  • Larutan L1 dari Pengujian Gula Sebelum Inversi
  • Aquades
  • HCl 30%
  • NaOH 20%
  • Pereaksi Luff Schoorl
  • Batu Didih
  • H2SO4 26,5% / 25%
  • KI (Kalium Iodat) 15%
  • Na2S2O3 0,1N
  • Indikator Amylum 1%
VIII. Prosedur Kerja :
  1. Mengambil larutan L1 dari Analisa Gula Sebelum Inversi sebanyak 25 ml dan memasukkan ke dalam beaker glass
  2. Menambahkan 10 ml HCL 30%
  3. Memanaskan di dalam Water bath selama kurang lebih 10 menit
  4. Menetralisasi menggunakan NaOH 20% tetes demi tetes, mengecek kenetralan larutan menggunakan kertas lakmus biru
  5. Memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades hingga tanda tera (Larutan L2)
  6. Menuangkan ke dalam beaker glass untuk menghomogenisasi larutan
  7. Mengambil 25 ml Larutan L2 dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
  8. Menambahkan 25 ml Pereaksi Luff Schoorl dan beberapa batu didih untuk mempercepat pemanasan menggunakan Refluks dan Hot Plate
  9. Melakukan pemanasan menggunakan Refluks dan Hot Plate selama kurang lebih 10 menit
  10. Mendinginkan menggunakan air mengalir secara mendadak
  11. Menambahkan 25 ml H2SO4 26,5% / 25% dengan melewatkannya pada dinding Erlenmeyer secara hati-hati
  12. Menambahkan 20 ml KI 15%
  13. Mentitrasi menggunakan Na­2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan Indikator Amylum 1% sudah tidak terjadi perubahan warna (Coklat menjadi Biru Tua)
  14. Mencatat volume titrasi (A ml)
  15. Membuat blanko pengujian dengan mengulangi prosedur No.7 s/d 13, tetapi dengan  mengganti 25 ml Larutan L2 dengan 25 ml Aquades
  16. Mencatat volume titrasi blanko pengujian (B ml)
  17. Menghitung Kadar Gula Setelah Inversi dengan rumus :
  • Angka Tabel (AT) = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
  • % Gula Setelah Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
Dari kedua hasil analisa tersebut (Analisa Gula Sebelum Inversi dan Analisa Gula Setelah Inversi), dapat dihitung pula Kadar Sakarosa sampel uji tersebut dengan menggunakan rumus :
Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x 0,95

ANGKA TABEL Penetapan Kadar Sakarosa menurut Luff-Schoorl
ML Na2S2O3
Glukosa
Galaktosa
Laktosa
Maltose
1
2,4
2,7
3,6
3,9
2
4,8
5,5
7,3
7,8
3
7,2
8,3
11,0
11,7
4
9,7
11,2
14,7
15,6
5
12,2
14,1
18,4
19,6
6
14,7
17,0
22,1
23,5
7
17,2
20,0
25,8
27,5
8
19,8
23,0
29,5
31,5
9
22,4
26,0
33,2
35,5
10
25,0
29,0
37,0
39,5
11
27,6
32,0
40,8
43,5
12
30.0
35,0
44,6
47,5
13
33,0
38,1
48,4
51,6
14
35,7
41,2
52,2
55,7
15
38,5
44,4
56,0
59,8
16
41,3
47,6
59,9
63,9
17
44,2
50,8
63,8
68,0
18
47,1
54,0
67,7
72,2
19
50,0
57,3
71,7
76,5
20
52,1
60,7
75,7
80,9
21
56,1
64,2
79,8
85,4
22
59,1
67,7
83,9
90,0
23
62,2
71,3
88,0
94,6
Sumber : Standard Industri Indonesia, Departemen Perindustrian Republik Indonesia (1975) 
Untuk perhitungan Angka Tabel, perhatikan contoh berikut : (memakai angka tabel glukosa)
Dari suatu analisa Kadar Gula Sebelum Inversi pada produk syrup, didapatkan data :
  • Bobot Sampel                                                          = 2,3455 gr = 2345,5 mg
  • Volume titrasi sampel (A ml)                           = 18 ml
  • Volume titrasi blanko pengujian (B ml)       = 24 ml
  • Normalitas Na2S2O3                                                                    = 0,105 N
  • Faktor Pengenceran                                             = 4
Berapakah Kadar Gula Sebelum Inversi produk syrup tersebut?
Jawab :
  • Angka Tabel = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
= (24 ml – 18 ml) x (0,105 N / 0,1)
= (6 ml) x (1,05) = 6,3
  • Angka Tabel = 6,3 >> antara 6 dan 7
ML Na2S2O3
Glukosa
6
14,7
7
17,2
Antara 6 dan 7 >> antara 14,7 dan 17,2 berselisih 2,5
Jadi Angka Tabel dari 6,3 = 14,7 + (0,3 x 2,5) = 14,7 + 0,75 = 15,45
  • Dilanjutkan dengan perhitungan Kadar Gula Sebelum Inversi.
% Gula Sebelum Inversi  = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
= (15,45 x 4) / (2345,5 mg) x 100%
= (61,8) / (2345,5 mg) x 100%
= 0,0263 x 100% = 2,63%
Jadi, Kadar Gula Sebelum Inversi sampel uji produk syrup tersebut adalah 2,63%.


sumber :
 http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/30/glukosa-darah/
http://www.scribd.com/doc/39177341/Lap-5-Kagar-Gula-Reduksi
http://gilangrafiqc.wordpress.com/2012/02/19/analisa-kadar-gula-sakarosa-metode-luff-schoorl/