Pages

Senin, 24 September 2012

DESTRUKSI PROTEIN





 Metoda kjeldahl

          Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahandengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepassebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengankonstanta tertentu. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil,yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro.Metode mikro digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa proteindengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

          Proses destruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraiansampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam proteinini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. 100 mg sampel yaitukedelai, tepung terigu, dan kedelai ditambah dengan katalisator N 0,5-1 gram dibungkus dengankertas saring untuk memudahkan dalam memasukkan ke dalam tabung reaksi besar, karena jikatidak sampel dan katalisator akan tercecer. Selain itu kertas saring juga berfungsi untuk menyaring filtrat dengan residu. Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksidengan menaikkan titik didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat sertamempercepat kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator Nterdiri dari campuran K 2SO4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikan titih didih 30 C (Sudarmadji dkk., 1996). Karena titik didih tinggi maka asam sulfatakan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini kontak asam sulfat dengansampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu jugadibuat blanko dalam tabung reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H2SO4 agar analisalebih tepat. Blanko ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal darireagensia yang digunakan.Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar kemudian ditambah dengan 3 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk destruksidiperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akanmendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari Syang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahanasam sulfat larutan menjadi keruh.Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat destruksi(destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-ON-kan dan akan terjadi pemanasan yangmengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernihyang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :

HgO + H2SO4HgSO4+ H2O
2 HgSO4Hg2SO4+ SO2+ 2 On
Hg2SO4+ 2 H2SO42 HgSO4+ 2 H2O + SO2
(CHON) + On+ H2SO4CO2+ H2O + (NH4)2SO4  (Sudarmadji, 1996)

            Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi akandihasilkan gas SO2 yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika dihirup dalam jumlahrelatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas (tersedot penutup) dan akandisalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnyagas SO2 akan masuk dalam tabung yang berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gasSO2 oleh larutan NaOH. Kemudian gas hasil penetralan tahap pertama masuk dalam tabungkedua yang berisi aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkansemua gas SO2 telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO2 juga dibebaskan gas CO2 dan H2O sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

 Bahan organik + H2SO4CO2+ SO2+ (NH4)2SO4+ H2O

            Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikelyang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkankarena reaksi yang sebelumnya sudah usai.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/54837598/UJI-PROTEIN-Metoda-Kjeldahl

Minggu, 23 September 2012

LEMAK SOXHLET




Lemak makanan adalah kandungan lemak yang terdapat dalam semua bahan makanan dan minuman.Pada dasarnya, semua lemak itu baik karena lemak dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Peran lemak adalah menyediakan energi sebesar 9 kalori/gram, melarutkan vitamin A, D, E, K, dan menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh manusia. Lemak mulai dianggap berbahaya bagi kesehatan setelah adanya suatu penelitian yang menunjukkan hubungan antara kematian akibat penyakit jantung koroner dengan banyaknya konsumsi lemak dan kadar lemak di dalam darah.
EKSTRAKSI LEMAK KASAR MENGGUNAKAN SOXHLET EXTRACTOR
PRINSIP SOXHLET
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Soklet terdiri dari:
1.      pengaduk / granul anti-bumping
2.      still pot (wadah penyuling)
3.      Bypass sidearm
4.      thimble selulosa
5.      extraction liquid
6.      Syphon arm inlet
7.      Syphon arm outlet
8.      Expansion adapter
9.      Condenser (pendingin)
10.  Cooling water in
11.  Cooling water out
Bahan yang akan diekstraksi ialah jagung, dedak, tepung ikan, pelet. Penentuan kadar lemak dengan pelarut organik, selain lemak juga terikut Fosfolipida, Sterol, Asam lemak bebas, Karotenoid, dan Pigmen yang lain . Karena itu hasil ekstraksinya disebut Lemak kasar .

MEKANISME KERJA
         Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5-10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel) , di atas sample ditutup dengan kapas.
Pelarut yang digunakan adalah Petroleum Spiritus dengan titik didih 60 – 80°C. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan Petroleum Spirit 60 – 80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak pada pelarut organik.
        Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet . Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak
mulai dipanaskan .
     Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soklet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju  labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam.
Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan.

DASAR PEMILIHAN METODE, KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE SOXHLET
          Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat.
Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan  untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas.

Sumber Pustaka

Rabu, 12 September 2012

GULA REDUKSI




Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia UMM, 2008).
Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa. Galaktosa merupakan gula yang tidak ditemui di alam bebas, tetapi merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui proses metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari Cerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002).
Sedangkan salah satu contoh dari gula reduksi adalah Sukrosa. Sukrosa adalah senyawa yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial (Gaman, 1992).


Bahan pangan mempunyai beberapa senyawa penyusun, diantaranyaadalah karbohidrat. Karbohidrat dapat berupa monosakarida, disakarida,oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat dengan senyawa paling sederhana yang tidak dapat diuraikan lagi, contohnya adalah glukosa danfruktosa. Disakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari 2 monosakarida yangterbentuk dari ikatan glikosida dari karbon 1 monosakarida kesuatu OH darimonosakaridalain, contohnya adalah sukrosa ( glukosa + fruktosa ), Laktosa( glukosa + galaktosa ), maltosa ( glukosa + glukosa ), oligosakarida adalahkarbohidrat yang tersusun dari dua sampai sepuluh susunan monosakaridacontohnya adalah maltotriosa. Polisakarida adalah kabohidrat yang tessusun lebihdari sepuluh monosakarida, contohnya adalah pati (Winarno, 1995).Karbohidrat mempunyai jenis gula pereduksi yaitu jenis gula yang dapatmereduksi karena adanya gugus aldehida dan gugus keton. Fruktosa adalah salahsatu contoh gula peraduksi. Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan kadar gula reduksi pada nenas dengan menggunakan metode luffschrool. PenambahanPb-asetat pada awal prosesur setelah itu dilakukan penambahan Na fosfat untuk mengikat Pb. Hal tersebut dilakukan untuk mengendapkan protein agar tidak terhitung pada akhir pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan membandingkanvolume titrasi sampel dengan blanko.Titrasi dilakukan setelah terbentuk larutan hasil refruks dan kemudian ditambahkan H2SO25 ml 6N dan KI 10 ml. Pada hasil titrasi diperoleh volume Na tiosulfat pada sampel sebesar 26.3 ml sedangkan volume Na tiosulfat pada blanko sebesar 28.3. Selisih volume blanko dan sampel digunakan untuk menghitung nilai b dengan melihat pada tabel. Kadar gula yang diperoleh masing-masing kelompok berbeda-beda. Kadar gula terkecil adalah 3.774% dan yang paling besar adalah 6.335%. Besar kecilnya nilai kadar gula yang diperolehtergantung pada selisih antara volume Na tiosulfat pada sampel dengan volume Na tiosulfat pada blanko. Semakin besar selisihnya maka kadar gulanya semakin besar.

contoh pemeriksaan kadar sakarosa menggunakan metode luff schoorl


I. Acara : Analisa Kadar Gula / Sakarosa metode Luff-Schoorl
II. Tujuan : Mampu menganalisa Kadar Sakarosa pada Sampel Uji Produk atau Bahan Hasil Pertanian
III. Sub Acara : Analisa Kadar Gula Sebelum Inversi
IV. Alat dan Bahan :
- Alat :
  • Neraca Analitik
  • Beaker Glass
  • Pipet Tetes
  • Corong Glass
  • Kertas Saring
  • Labu Ukur 100 ml
  • Pipet Volumetri 20 ml & 25 ml
  • Erlenmeyer
  • Refluks
  • Hot Plate
  • Gelas Ukur
  • Buret
-Bahan :
  • Sampel Uji Bahan/Produk Hasil Pertanian
  • Aquades
  • Timbal Asetat ½ Basis
  • Na3PO4 10%
  • Na2HPO4 10%
  • Pereaksi Luff Schoorl
  • Batu Didih
  • H2SO4 26,5% / 25%
  • KI (Kalium Iodat) 15%
  • Na2S2O3 0,1N
  • Indikator Amylum 1%
V. Prosedur Kerja :
  1. Menimbang 2-3 gram sampel uji di dalam beaker glass
  2. Menambahkan 50 ml aquades
  3. Menambahkan Timbal Asetat ½ Basis tetes demi tetes hingga endapan tidak terjadi lagi saat ditetesi dengan Timbal Asetat ½ Basis tersebut
  4. Menambahkan 6-7 tetes Na3PO4 10% agar air menjadi jernih
  5. Menambahkan 3-4 tetes Na2HPO4 10%
  6. Menyaring larutan dari beaker glass ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades hingga tanda tera
  7. Menghomogenkan di dalam beaker glass (Larutan L1), dan mengambil 25 ml L1 menggunakan pipet volumetri
  8. Memasukkan dalam Erlenmeyer dan menambahkan Pereaksi Luff Schoorl
  9. Menambahkan batu didih ke dalamnya untuk mempercepat pemanasan
  10. Memanaskan menggunakan hot plate dan refluks selama kurang lebih 10 menit
  11. Mendinginkan secara mendadak menggunakan air mengalir
  12. Menambahkan H2SO4 26,5% / 25% sebanyak 25 ml dan harus dilewatkan pada dinding erlenmeyer secara hati-hati
  13. Menambahkan KI 15% sebanyak 20 ml menggunakan Pipet Volumetri
  14. Mentitrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan Indikator Amylum 1 %, tetesan indikator tidak berwarna biru tua
  15. Mencatat volume titrasi (A ml)
  16. Membuat blanko pengujian yaitu dengan mengganti L1 dengan Aquades sebanyak 25 ml, dan mengulangi prosedur No.8 s/d 15.
  17. Mencatat volume titrasi blanko pengujian (B ml)
  18. Menghitung Kadar Gula Sebelum Inversi menggunakan rumus :
  • Angka Tabel (AT) = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
  • % Gula Sebelum Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
VI. Sub Acara : Analisa kadar Gula Setelah Inversi
VII. Alat dan Bahan :
- Alat :
  • Beaker Glass
  • Pipet Tetes
  • Corong Glass
  • Labu Ukur 100 ml
  • Pipet Volumetri 10 ml, 20 ml & 25 ml
  • Erlenmeyer
  • Refluks
  • Hot Plate
  • Gelas Ukur
  • Buret
  • Water Bath
  • Kertas Lakmus Biru
-Bahan :
  • Larutan L1 dari Pengujian Gula Sebelum Inversi
  • Aquades
  • HCl 30%
  • NaOH 20%
  • Pereaksi Luff Schoorl
  • Batu Didih
  • H2SO4 26,5% / 25%
  • KI (Kalium Iodat) 15%
  • Na2S2O3 0,1N
  • Indikator Amylum 1%
VIII. Prosedur Kerja :
  1. Mengambil larutan L1 dari Analisa Gula Sebelum Inversi sebanyak 25 ml dan memasukkan ke dalam beaker glass
  2. Menambahkan 10 ml HCL 30%
  3. Memanaskan di dalam Water bath selama kurang lebih 10 menit
  4. Menetralisasi menggunakan NaOH 20% tetes demi tetes, mengecek kenetralan larutan menggunakan kertas lakmus biru
  5. Memasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades hingga tanda tera (Larutan L2)
  6. Menuangkan ke dalam beaker glass untuk menghomogenisasi larutan
  7. Mengambil 25 ml Larutan L2 dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
  8. Menambahkan 25 ml Pereaksi Luff Schoorl dan beberapa batu didih untuk mempercepat pemanasan menggunakan Refluks dan Hot Plate
  9. Melakukan pemanasan menggunakan Refluks dan Hot Plate selama kurang lebih 10 menit
  10. Mendinginkan menggunakan air mengalir secara mendadak
  11. Menambahkan 25 ml H2SO4 26,5% / 25% dengan melewatkannya pada dinding Erlenmeyer secara hati-hati
  12. Menambahkan 20 ml KI 15%
  13. Mentitrasi menggunakan Na­2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan Indikator Amylum 1% sudah tidak terjadi perubahan warna (Coklat menjadi Biru Tua)
  14. Mencatat volume titrasi (A ml)
  15. Membuat blanko pengujian dengan mengulangi prosedur No.7 s/d 13, tetapi dengan  mengganti 25 ml Larutan L2 dengan 25 ml Aquades
  16. Mencatat volume titrasi blanko pengujian (B ml)
  17. Menghitung Kadar Gula Setelah Inversi dengan rumus :
  • Angka Tabel (AT) = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
  • % Gula Setelah Inversi = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
Dari kedua hasil analisa tersebut (Analisa Gula Sebelum Inversi dan Analisa Gula Setelah Inversi), dapat dihitung pula Kadar Sakarosa sampel uji tersebut dengan menggunakan rumus :
Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x 0,95

ANGKA TABEL Penetapan Kadar Sakarosa menurut Luff-Schoorl
ML Na2S2O3
Glukosa
Galaktosa
Laktosa
Maltose
1
2,4
2,7
3,6
3,9
2
4,8
5,5
7,3
7,8
3
7,2
8,3
11,0
11,7
4
9,7
11,2
14,7
15,6
5
12,2
14,1
18,4
19,6
6
14,7
17,0
22,1
23,5
7
17,2
20,0
25,8
27,5
8
19,8
23,0
29,5
31,5
9
22,4
26,0
33,2
35,5
10
25,0
29,0
37,0
39,5
11
27,6
32,0
40,8
43,5
12
30.0
35,0
44,6
47,5
13
33,0
38,1
48,4
51,6
14
35,7
41,2
52,2
55,7
15
38,5
44,4
56,0
59,8
16
41,3
47,6
59,9
63,9
17
44,2
50,8
63,8
68,0
18
47,1
54,0
67,7
72,2
19
50,0
57,3
71,7
76,5
20
52,1
60,7
75,7
80,9
21
56,1
64,2
79,8
85,4
22
59,1
67,7
83,9
90,0
23
62,2
71,3
88,0
94,6
Sumber : Standard Industri Indonesia, Departemen Perindustrian Republik Indonesia (1975) 
Untuk perhitungan Angka Tabel, perhatikan contoh berikut : (memakai angka tabel glukosa)
Dari suatu analisa Kadar Gula Sebelum Inversi pada produk syrup, didapatkan data :
  • Bobot Sampel                                                          = 2,3455 gr = 2345,5 mg
  • Volume titrasi sampel (A ml)                           = 18 ml
  • Volume titrasi blanko pengujian (B ml)       = 24 ml
  • Normalitas Na2S2O3                                                                    = 0,105 N
  • Faktor Pengenceran                                             = 4
Berapakah Kadar Gula Sebelum Inversi produk syrup tersebut?
Jawab :
  • Angka Tabel = (B ml – A ml) x (Normalitas Na2S2O3 terstandardisasi / 0,1)
= (24 ml – 18 ml) x (0,105 N / 0,1)
= (6 ml) x (1,05) = 6,3
  • Angka Tabel = 6,3 >> antara 6 dan 7
ML Na2S2O3
Glukosa
6
14,7
7
17,2
Antara 6 dan 7 >> antara 14,7 dan 17,2 berselisih 2,5
Jadi Angka Tabel dari 6,3 = 14,7 + (0,3 x 2,5) = 14,7 + 0,75 = 15,45
  • Dilanjutkan dengan perhitungan Kadar Gula Sebelum Inversi.
% Gula Sebelum Inversi  = (AT x Faktor Pengenceran) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
= (15,45 x 4) / (2345,5 mg) x 100%
= (61,8) / (2345,5 mg) x 100%
= 0,0263 x 100% = 2,63%
Jadi, Kadar Gula Sebelum Inversi sampel uji produk syrup tersebut adalah 2,63%.


sumber :
 http://zaifbio.wordpress.com/2009/01/30/glukosa-darah/
http://www.scribd.com/doc/39177341/Lap-5-Kagar-Gula-Reduksi
http://gilangrafiqc.wordpress.com/2012/02/19/analisa-kadar-gula-sakarosa-metode-luff-schoorl/